Kumpulan Puisi Sapardi Djoko D

Kumpulan Puisi Sapardi Djoko D 

Kumpulan Puisi Sapardi Djoko D Selamat pagi dan jumpa kembali pada postigan ini, seperti judul diatas admin akan memberikan puisi  Sapardi Djoko Damono, puisi yang kami berikan ini kami dapatkan dari beberapa sumber seperti media internet dan lain sebagainya. Nah buat anda yang kali ini sedang mencari dan membutuhkannya baik sebagai bahan referensi bagi anda untuk membuat puisi atau ingin membacakan puisi tersebut silahkan simpan dan baca baik-baik selengkapnya berikut di bawah ini: 

Puisi Sapardi Djoko Damono 

Siapa yang akan berbicara untuk kami 

siapa yang sudah tahu siapa sebenarnya kami ini 

bukanlah rahasia yang mesti diungkai dari kubur 

yang berjejal 

bukanlah tuntutan yang terlampau lama mengental 

tapi siapa yang bisa memahami bahasa kami 

dan mengerti dengan baik apa yang kami katakan 

siapa yang akan berbicara atas nama kami 

yang berjejal dalam kubur 

bukanlah pujian-pujian kosong yang mesti dinyanyikan 

bukanlah upacara-upacara palsu yang mesti dilaksanakan 

tapi siapa yang sanggup bercakap-cakap dengan kami 

siapa yang bisa paham makna kehendak kami 

kami yang telah lahir dari ibu-ibu yang baik dan sederhana 

ibu-ibu yang rela melepaskan seluruh anaknya sekaligus 

tanpa dicatat namanya 

kepada Ibu yang lebih besar dan agung : 

ialah Tanah Air 

kami telah menyusu dari pada bunda yang tabah 

yang rela melepaskan seluruh anaknya sekaligus 

untuk pergi lebih dahulu 

apakah kau dengan para bunda itu mencari kubur kami 

apakah kau dengar para bunda itu memanggil nama kami 

mereka hanya berkaata : akan selalu kami lahirkan anak-anak yang baik 

tanpa mengeluh serta putus asa 

di Solo dua orang dalam satu kuburan 

di Makasar sepuluh orang dalam satu kuburan 

di Surabaya seribu orang dalam satu kuburan 

dan kami tidak menuntut nisan yang lebih baik 

tapi katakanlah kepada anak cucu kami; 

di sini telah dikubur pamanmu, ayahmu, saudaramu 

bertimbun dalam satu lobang 

dan tiada yang tahu siapa nama mereka itu satu-persatu 

tambur yang paling besar telah ditabuh 

dan orang-orang pun keluar untuk mengenangkan kami 

terompet yang paling lantang ditiup 

dan mereka berangkat untuk menangiskan nasib kami dulu 

kami pun bangkit dari kubur 

memeluki orang-orang itu dan berkata : pulanglah 

kami yang mati muda sudah tentram, dan jangan 

diusik oleh sesal yang tak keruan sebabnya 

kami hanya berkelahi dan sudah itu : mati 

kami hanya berkelahi untukmu, untuk mereka 

dan hari depan, sudah itu : mati 

orang-orang pun menyiramkan air bunga yang wangi saat itu 

tanpa tahu siapa kami ini 

tiada mereka dengarkan ucapan terimakasih kami yang tulus 

tiada mereka dengarkan salam kami bagi yang tinggal 

tiada mereka lihatkah senyum kami yang cerah 

dan sudah itu : mati 

siapa berkata bahwa kami telah musnah 

siapa berkata 

kami kenal nama-namamu di mesjid di gereja di jalan di pasar 

kami kenal nama-namamu di gunung di lembah di sawah 

di ladang dan di laut, meskipun kalian 

tiada menyadari kehadiran kami 

siapa berkata bahwa kami telah musnah 

siapa berkata 

tanah air adalah sebuah landasan 

dan kami tak lain baja yang membara hancur 

oleh pukulan 

ialah kemerdekaan 

kemarin giliran kami 

tapi besok mesti tiba giliranmu 

kalau saja kau masih mau tahu ucapan terimakasih 

terhadap tanah tempatmu selama ini berpijak 

hidup dan mengerti makna kemerdekaan 

dan kami adalah baja yang membara di atas landasan 

dibentuk oleh pukulan : ialah kemerdekaan 

(mungkin besok tiba giliranmu) 

siapa yang tahu cinta saudara, paman  dan bapa 

siapa yang bisa merasa kehilangan saudara, paman dan bapak 

ingat untuk apa kamu pergi 

siapa yang pernah mendengar bedil, bom dan meriam 

siapa yang sempat melihat luka, darah dan bangkai manusia 

ingat kenapa kami tak kembali 

begitu hebatkah kemerdekaan itu hingga kami korbankan 

apa saja untuknya 

jawablah : ya 

begitu agungkah ia hingga kami tak berhak menuntut apa-apa 

jawab lagi : ya 

sudah kau dengarkah suara sepatu kami tengah malam hari 

datang untuk memberkati anak-anak yang tidur 

sebab merekalah yang kelak harus bisa mempergunakan 

bahasa dan kehendak kami 

sudah kau dengarkah  suara napas kami 

menyusup ke dalam setiap rahim bunda yang subur 

sebab kami selalu dan selalu lahir kembali 

selalu dan selalu berkelahi lagi 

mungkin pernah kau kenal kami dahulu, mungkin juga tidak 

mungkin pernah kau jumpa kami dahulu, mungkin juga tidak 

tapi toh tak ada bedanya: 

kami telah memulainya 

dan kalian sekarang yang harus melanjutkannya 

dan memang tak ada bedanya : 

kalau hari itu bagi kami adalah saat penghabisan 

bagimu adalah awal pertaruhan 

awal dari apa yang terlaksana kemarin, kini besok pagi 

meski kami pernah kau kenal atau tidak 

meski kami pernah kau jumpa atau tidak 

kami adalah buruh, pelajar, prajurit dan bapa tani 

yang tak sempat mengenal nama masing-masing dengan baik 

kami turun dari kampung, benteng, ladang dan gunung 

lantaran satu harapan yang pasti 

walau tak pernah kembali 

 kami hanyalah kubur yang rata dengan tanah dan tak bertanda 

kami hanyalah kerangka-kerangka yang tertimbun dan tak punya nama 

tapi hari ini doakan sesuatu yang pantas bagi kami 

agar Tuhan yang selalu mendengar bisa mengerti dan 

mengeluarkan ampun 

kami adalah mayat-mayat yang sudah lebur dalam bumi 

tapi adukan segala yang pantas tentang diri kami ini 

agar tak lagi mengembara arwah kami 

kami telah lahir, hidup dan berkelahi : dan mati 

kami telah mati 

lahir dari para ibu yang mengerti untuk apa kami lahir di sini 

hidup di bumi yang mengerti semangat yang menjalankan kami 

kami telah berkelahi; dan mati 

tapi siapakah yang bisa menterjemahkan bahasa hati kami 

dan mengatakannya kepada siapa pun 

tapi siapakah yang bisa menangkap bahasa jiwa kami 

yang telah mati pagi sekali 

dan berjalan tanpa nama dan tanda 

dalam satu lobang kubur 


Kunjungi yang lainnya :

Puisi Lengkap Chairil Anwar


kami telah lahir dan selalu lahir 

selalu dan selalu lahir dari para bunda yang tabah 

selalu dan selalu berkelahi 

di mana dan kapan saja 

biarkan kami bicara lewat suara anak-anak 

yang menyanyikan lagu puja hari ini 

biarkanlah kami bicara lewat kesunyian suasana 

dari orang-orang yang mengheningkan cipta hari ini 

Sementara bendera yang kami tegakkan dahulu berkibar 

atas rasa bangga kami yang sederhana 

biarkanlah kami bicara hari ini 

lewat suara anak-anak yang menyanyikan lagu puja 

lewat kesunyian suasana orang-orang yang mengheningkan cipta 

 

Puisi Sapardi Djoko Damono tersebut diambil dari Majalah Gelora Th III, No 19 ( Nopember 1962) 

Gaya baru baca puisi keroyokan sambung menyambung seperti berbalas pantun , puisi lebih hidup dan lebih bisa di rasakan bersama , lebih dari sekedar ungkapan rasa dari penulisnya saja, tapi pendengar dan pembacanya. Berikut ini ada beberapa puisi pendek yang menceritakan tentang senja awal november , dan kebetulan puisi ini di terbitkan pada awal november 2017 , mudah-mudahan berkenan di hati anda, selamat menikmati . 

1- Senja pertama di bulan November, masih saja kau Mustika anugrah tuhan yang indah dan selalu akan ku jaga. ~ @SandyCuplizz 

2- Aku ingin menulis puisi tentang rinai hujan di bulan november. Tentang jingga dikala senja. Tentang bahagia yang pulang pada rumahnya. 

Advertisement 

3- November;Ketika senja jaranga nampak indah, dan rindu seperti harap yang tak lelah @bidadri sipit 

4- aku ingin sesetia senja menanti mentari, sesetia embun menanti fajar, sesetia hujan menanti november, sesetia tanganku menanti genggamanmu. 

5- Saya baru saja memublikasikan " Senja Tak Berkisah " dari cerita saya " Cahaya Di Bulan November ". 

6- Agustus sudah jauh terlewatkan. September sempurna dilalui. Oktober ini itu hampir terselesaikan. November? Gonna be better. 

7- tiada yg lebih baik dari senja dibulan oktober. yha tapi aku lebih mencintai senja di bulan april dan merindukan senja di akhir november. 

8- Jika rindu bisa berdarah, mungkin sudah sederas hujan di bulan November, tubuhku sudah semerah senja di penghujung sore. 

9- "menunggu mu balas mencintaiku,bagai menunggu senja dibulan November. Mustahil." – Aku,Sang Penulis 

10- Senja muLai bersemayam diLangit jingga. Secepat itu november berLaLu, hai desember how are you ? 

11- Senja tadi aku temui kamu yg begitu dingin. Bahkan lebih dingin dibanding november di kala hujan. 

12- Merapal senja dalam butiran doa, semoga masih ada ruang bagi narasi juga metafora bukan epilog pada lembar terakhir November . 

13- aku ingin menulis puisi tentang rinai hujan di bulan november, tentang jingga dikala senja, dan tentang bahagia yg pulang pada rumahnya. 

14- November! 

Bulan bunga-bunga tersenyum 

Diva beraksi mengiring senja 

Tenggelam dalam sir, khofi 

Mencium malam 

Harapan. 

15- Masih dalam hujan, pada senja minggu ke empat di november. Dan tatap matamu selalu penuh kilau pelangi. Sisakan untukku buat esok. 

16- Jelang senja ke 24 di November dan hujan, cuaca Banjarnegara sedang romantis romantisnya. -andai ada kamu. 

17- Aku ingin menulis puisi tentang rinai hujan di bulan november. Tentang jingga dikala senja. Tentang bahagia yang pulang pada rumahnya. 

18- November itu hujan sayang, bidadari senja pun menghilang, dalam rintiknya, ntah kapan kembali datang memberi senyuman. 

19- November itu hujan sayang, bidadari senja pun menghilang, dalam rintiknya, ntah kapan kembali datang memberi senyuman. 

20- November rain. Di sini tidak hujan, Sayang. rindu menjelang senja. Awan hitam mulai turun, Dingin! Sayang pelukmu jauh. 

21- Satu hari di bulan November, sapa gemercik November. Tapi jangan kali ini. Sekali saja, hadirkan secarik senja, agar api dapat menyala. 

22- November dengan gelisah sisa hujan bulan Juli. Dan aku terus sendiri menatap lembah senja dengan pepucuk rindu yang hijau, kian memanjang. 

23- aku ingin sesetia senja menanti mentari, sesetia embun menanti fajar, sesetia hujan menanti november, sesetia tanganku menanti genggamanmu. 

24- Sehabis oktober, ku bunuh bulan-bulan pahit dengan senyum. Sehangat kopi pagi di awal november, yang selalu disemogakan penuh berkah. 

25- Sedingin November, kau kaku di mataku. Gigil dihantam hujan, dan diterpa angin Asia. Diamlah jika itu maumu. Aku pasrah. 

Demikianlah artikel tentang puisi karya Sapardi Djoko D semoga menjadi inspirasi bagi anda untuk membuat puisi kunjungi contoh puisi lainnya dilaman yang telah kami berikan di tengah postingan terimakasih.