Pendidikan
Agama Islam Dan Budi Pekerti, Materi Tugas Sekolah
Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti, Materi Tugas Sekolah Pada artikel kali ini kami akan berbagi tugas
sekolah Pendidikan Agama Dan Budi Pekerti untuk kalian semua yang sedang
membutuhkannya. Kalian tinggal menambahkan atau mengganti nama-nama kelompok
atau nama kalian sendiri dengan mengeditnya menggunakan winword. Selengkapnya
silahkan simak dan simpan baik-baik berikut di bawah ini
Baca artikel lainya:
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb Tiada
yang pantas terucap selain puji syukur ke hadirat Allah SWT.Karena limpahan
rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul“SYIRKAH”dengan lancar dan tanpa
kendala yang berarti. Shalawat berangkai salam senantiasa kami haturkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai seorang Revolusioner Islam yang telah
membuka jalan ilmu pengetahuan sehingga kita dijadikanorang yang
beradab,berbudaya,dan berpengetahuan.Selesainya makalah ini tentunya tidak
terlepas dari dukungan dan berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penyusun
mengucapkan terimakasih yang
sebesar besarnya kepada:
1.Orang tua yang telah memberikan berbagai dukungan. Adapun
tujuan penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata pelajaran, juga
diharapkan dapat bermanfaat bagi ummat islam
khususnya penyusun dan pembaca dalam praktek Sirkah yang diterapkan dalam kehidupan sehari
hari. Tentunya makalah ini tidak terlepas
dari ketidak sempurnaan dan kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun selalu kami harapkan,
sehingga kedepannya kami dapat memperbaiki diri demi peningkatan kualitas makalah selanjutnya
DAFTAR ISI
kata pengantar ……………………………………………………….... 1
Daftar isi ………………………………………………………………. .2
BAB I
Pendahuluan ……………………………………………………………. 3
A. Latar belakang masalah ……………………………………….…….. 3
B. Tujuan penyusunan …………………………………………..……… 4
C. Kegunaan penyusunan ……………………………………….……… 4
BAB II
Pembahasan …………………………………………………………….. 5
A. Pengertian Syirkah …………………………………………...……… 5
B. Dasar Hukum Syirkah ………………………………………………... 6
C. Macam-macam Syirkah ………………………………...........……..... 7
D. Syarat dan Hukum Syirkah …………………..…………………….... 12
E. Mengakhiri syirkah ……………………………..…………………… 13
F. Hikmah Syirkah ………………………………………...……………. 14
G. Pratktek ………………………………………………………………. 14
BAB III
Penutup ……………………………………….…………………………. 15
A. Kesimpulan …….. …………………………………………………… 15
Lihat artikel terkait:
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam upaya memenuhi kebutuhan
kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan terlepasdari hubungan terhadap sesama
manusia. Tanpa hubungan dengan orang lain, tidak mungkin berbagai kebutuhan
hidup dapat terpenuhi.Terkait dengan hal ini maka perlu diciptakan suasana yang
baik terhadap sesamamanusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan
akad syirkah danagn pihak lain. Di sini dipaparkan berbagai macam definisi dan
teori-teori tentang Syirkah.Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata
syarika (fi’il madhi), yasyraku (fi’ilmudhari’), syarikan/syirkatan/syarikatan
(mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutuatau serikat (Kamus Al-Munawwir,
hlm. 765). Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh juga dibaca syarikah. Akan
tetapi, menurut Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba’ah, 3/58,
dibaca syirkah lebih fasih (afshah).Menurut arti asli bahasa Arab (makna
etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa
sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagiandengan bagian lainnya
(An-Nabhani, 1990: 146). Adapun menurut makna syariat, syirkahadalah suatu akad
antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatuusaha dengan
tujuan memperoleh keuntungan (An-Nabhani, 1990: 146)
Menurut istilah para fuqaha’,
syirkah adalah kerja sama untuk mendayagunakan(tassaruf) harta yang dimiliki
dua orang secara bersama-sama oleh keduanya , yaknisaling mengizinkan kepada
salah satunya untuk mendaya gunakan harta milik keduanya,namun masing-masing
memiliki hak untuk bertassaruf. (M. Rizal Qosim, 2009: 112)Syirkah hukumnya
ja’iz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi Shalallahu alaihiwasalam berupa
taqrîr (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat itu
telah bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi Shalallahu alaihi wasalam
membenarkannya. Nabi Shalallahu alaihi wasalam bersabda, sebagaimana dituturkan
Abu Hurairah ra : Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman: Aku adalah pihak ketiga
dari dua pihak yang ber-syirkah selama salah satunyatidak mengkhianati yang
lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar darikeduanya. [HR. Abu
Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni]
Berdasarkan uraian diatas dan
melihat pentingnya pembelajaran tentang Syirkah, maka penyusun menyusun sebuah
makalah yang berjudul “Syirkah”.
B. Tujuan penyusunan
Adapun tujuan penyusunan makalah
ini adalah :1. Ingin mengetahui Definisi, Dasar Hukum, Macam-macam Syirkah.2.
Ingin mengetahui Syarat –syarat dan Hikmah Syirkah3. Untuk memenuhi tugas mata
kuliyah Fiqih
C. Kegunaan Penyusunan
Berikut merupakan kegunaan
penyusunan makalah ini :1. Untuk mengetahui Definisi, Dasar Hukum, Macam-macam
Syirkah.2. Untuk mengetahui Syarat –syarat dan Hikmah Syirkah.3. Untuk menambah
pengetahuan dan kemampuan penyusun dan pembaca dalammempraktikan syirkah di
dalam kehidupan sehari-hari dengan benar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Syirkah
Kata syirkah dalam bahasa Arab
berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi), yasyraku (fi’ilmudhâri‘),
syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutuatau
serikat (Kamus Al-Munawwir, hlm. 765). Kata dasarnya boleh dibaca syirkah,
boleh juga dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘alâ
al-Madzâhib al-Arba‘ah, 3/58, dibaca syirkah lebih fasih (afshah). Secara
Etimologi Syirkah dapatdiartikan percampuran. Yakni, mencampurkan dua bagian
atau lebih sedemikian rupasehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian
dengan bagian lainnya (An-Nabhani,1990: 146).Sedangkan menurut istilah
(terminologi) para Fuqaha’, Syirkah adalah kerja sama untuk mendaya gunakan
(tassaruf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama olehkeduanya,
yakni keduanya saling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan
harta milik keduanya, namun masing-masing memilik hak untuk bertasarruf . Adapun menurut makna syariat,
syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk
melakukan suatu usaha dengan tujuan memperolehkeuntungan (An-Nabhani, 1990:
146).
Ada beberapa definisi Syirkah
yang di kemukakan oleh para ulama’ fiqh . MenurutMazhab Maliki, “ suatuu izin
untuk bertindak secara hokum bagi dua orang yang berkerjasama terhadap harta
mereka”. Menurut Mazhab Syafi’I dan Hambali “Hak bertindak hukum bagi dua orang
atau lebih pada sesuatu yang mereka sepakati”. Menuru MazhabHanafi, akad yang
dilakukan oleh orang-orang yang bekerja sama dalam modal dankeuntunngan.”
B. Dasar Hukum Syirkah
1. Landasan hukum syirkah dari
al-qur’an sebagaimana yang di sebutkan dalam surat
an-nisa’:12
فهم شر كا ء فى الثلث
“…maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu…”.
وَإِنَّ كَثِيْرًا مِنَ الْخُلَطَا ءِ لَيَبْغِي
بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إل الَّذِ ينَ اَمَنُوا وَعَمِلُوْا الصَّا لِحَا تِ
وَقَلِيل مَا هُمْ
“dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat dhalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan amat sedihlah mereka
itu”. QS.Sha: 24
2. Adapun landasan hukum
syirkah dari teks hadits adalah sebagaimana sabda Rasulullah SAW.
قا ل الللّه : أنا ثأ لث الشر كين ما لم يخنأحد هما صا
حبه فأِذا خا نه خرجت من بينهما
“Allah berfirman :”saya adalah pihak ketiga di antara dua orang yang
berserikat selama salah satu di antara mereka berdua tidak berkianat kepada
yang lainya, apabila salah satu di antara mereka berkianat, maka saya keluar
darinya”.
3. Sedangkan landasan
hukum berdasarkan ijma’ bahwa mayoritas ulama sepakat tentang keberadaan
syirkah ini, meskipun dalam wilayah yang lebih rici, mereka berbeda pendapat
tentang ke absahan (boleh) hukum syirkah tertentu. Misalnya sebagian ulama
hanya membolehkan jenis syirkah tertentu dan tidak membolehkan jenis syirkah
yang lain.[2]
C. Macam –macam Syirkah
Kerja sama terbagi atas dua
macam, yaitu Syirkah milk dan Syirkah uqud
a. Syirkah Milk Syirkah Milk
adalah kerja sama dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa adanya
akad syirkah . kerja sama ini
meliputi dua macam, yaitu syirkah milk ikhtiyar dan syirkah milk al-jabr.
1). Syirkah milk ikhtiyar Syirkah
milk ikhtiyar adalah kerja sama yang muncul karena adanya kontrak antara dua
orang yang bersekutu .
2) .Syirkah milk al-jabr Syirkah
milk al-jabr adalah kerja sama yang di tetapkan kepada dua oranngatau lebih
yang bukan didsarkan atas perbuatan kedunya (secara paksa).:
b. Syirkah ‘Uqud
Syirkah Uqud merupakan bentuk
transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebihbersekutu dalam harta dan
keuntungannya. Syirkah Uqud mempunyai lima bentuk,yaitu :
(1) syirkah inan;
(2) syirkah abdan;
(3) Syirkah Mudharabah
(4) syirkah wujûh; dan
(5) syirkah mufâwadhah )
c. Syirkah Inan
Syirkah inân adalah syirkah
antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberikonstribusi kerja (‘amal)
dan modal (mâl). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkandalil as-Sunnah dan Ijma
Sahabat (An-Nabhani, 1990: 148).
Contoh syirkah inan: A dan B
insinyur teknik sipil. A dan B sepakat menjalankan bisnis properti dengan
membangun dan menjualbelikan rumah. Masing-masingmemberikan konstribusi modal
sebesar Rp 500 juta dan keduanya sama-sama bekerjadalam syirkah tersebut.
Dalam syirkah ini, disyaratkan
modalnya harus berupa uang (nuqûd); sedangkan barang(urudh), misalnya rumah
atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu
dihitung nilainya (qîmah al-‘urudh) pada saat akad.
Keuntungan didasarkan pada
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha
(syarîk) berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masingmodalnya 50%,
maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. Diriwayatkanoleh Abdur
Razaq dalam kitab Al-Jâmi’, bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah
berkata,“Kerugian didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan
didasarkan ataskesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah).” (An-Nabhani,
1990: 151).
d. Syirkah ‘Abdan
Syirkah ‘abdan adalah syirkah
antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanyamemberikan konstribusi
kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl). Konstribusi kerjaitu dapat berupa
kerja pikiran (seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik
(seperti pekerjaan tukang kayu, tukang batu, sopir, pemburu, nelayan, dan
sebagainya)(An-Nabhani, 1990: 150). Syirkah ini disebut juga syirkah ‘amal
(Al-Jaziri, 1996: 67; Al-Khayyath, 1982: 35).
Contohnya: A dan B. keduanya
adalah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka sepakat
pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A
mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.Dalam syirkah ini tidak disyaratkan
kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi. Jadi, boleh saja
syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang batu. Namun,
disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal. (An-
Nabhani, 1990: 150); tidak boleh berupa pekerjaan haram, misalnya, beberapa
pemburusepakat berburu babi hutan (celeng).
Keuntungan yang diperoleh dibagi
berdasarkan kesepakatan; nisbahnya boleh sama dan boleh juga tidak sama di
antara mitra-mitra usaha (syarîk).Syirkah ‘abdan hukumnya boleh berdasarkan
dalil as-Sunnah (An-Nabhani, 1990: 151).Ibnu Mas’ud ra. pernah berkata, “Aku pernah berserikat dengan Ammar bin Yasir danSa’ad bin
Abi Waqash mengenai harta rampasan perang pada Perang Badar. Sa’admembawa dua
orang tawanan, sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun.”[HR. Abu Dawud
dan al-Atsram].Hal itu diketahui Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam dan
beliau membenarkannyadengan taqrîr beliau (An-Nabhani, 1990: 151).
e.Syirkah Mudharabah
Syirkah mudhârabah adalah syirkah
antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi
kerja (‘amal), sedangkan pihak lain memberikankonstribusi modal (mâl)
(An-Nabhani, 1990: 152). Istilah mudhârabah dipakai olehulama Irak, sedangkan ulama
Hijaz menyebutnya qirâdh (Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili,1984: 836).
Contoh: A sebagai pemodal (shâhib
al-mâl/rabb al-mâl) memberikan modalnya sebesar Rp 10 juta kepada B yang
bertindak sebagai pengelola modal (‘âmil/mudhârib) dalamusaha perdagangan umum
(misal, usaha toko kelontong).
Ada dua bentuk lain sebagai
variasi syirkah mudhârabah. Pertama, dua pihak (misalnya,A dan B) sama-sama
memberikan konstribusi modal, sementara pihak ketiga (katakanlahC) memberikan
konstribusi kerja saja.
Kedua, pihak pertama (misalnya A)
memberikan konstribusi modal dan kerja sekaligus,sedangkan pihak kedua
(misalnya B) hanya memberikankonstribusi modal, tanpakonstribusi kerja. Kedua
bentuk syirkah ini masih tergolong syirkah mudhârabah (An- Nabhani, 1990: 152). hukum syirkah mudhârabah adalah
jâ’iz (boleh) berdasarkan dalil as-Sunnah (taqrîr NabiShalallahu alaihi
wasalam) dan Ijma Sahabat (An-Nabhani, 1990: 153). Dalam syirkahini, kewenangan
melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola (mudhârib/‘âmil).Pemodal tidak
berhak turut campur dalam tasharruf. Namun demikian, pengelola terikatdengan
syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
Jika ada keuntungan, ia dibagi
sesuai kesepakatan di antara pemodal dan pengelola modal, sedangkan kerugian
ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab, dalam mudhârabah berlaku hukum wakalah
(perwakilan), sementara seorang wakil tidak menanggungkerusakan harta atau
kerugian dana yang diwakilkan kepadanya (An-Nabhani, 1990:152). Namun demikian,
pengelola turut menanggung kerugian, jika kerugian itu terjadikarena
kesengajaannya atau karena melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal
(Al-Khayyath, Asy-Syarîkât fî asy-Syarî‘ah al-Islâmiyyah, 2/66).
f. Syirkah Wujuh
Syirkah wujuh disebut juga
syirkah ‘ala adz-dzimam (Al-Khayyath, Asy-Syarîkât fî asy-Syarî‘ah
al-Islâmiyyah, 2/49). Disebut syirkah wujûh karena didasarkan pada
kedudukan,ketokohan, atau keahlian (wujûh) seseorang di tengah masyarakat
Syirkah wujûh adalah syirkah
antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan konstribusi
kerja(‘amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan konstribusi
modal (mâl).Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. Syirkah
semacam ini hakikatnyatermasuk dalam syirkah mudhârabah sehingga berlaku
ketentuan-ketentuan syirkahmudhârabah padanya (An-Nabhani, 1990: 154).
Bentuk kedua syirkah wujûh adalah
syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkahdalam barang yang mereka
beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepadakeduanya, tanpa
konstribusi modal dari masing-masing pihak (An-Nabhani, 1990: 154)
Misal: A dan B adalah tokoh yang
dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujûh,dengan cara membeli barang
dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat,
masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli.Lalu keduanya menjual barang
tersebut dan keuntungannya dibagi dua,sedangkan harga pokoknya
dikembalikan kepada C (pedagang).
Dalam syirkah wujûh kedua ini,
keuntungan dibagi berdasarkankesepakatan, bukan berdasarkan prosentase barang
dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggungoleh masing-masing mitra
usaha berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan
kesepakatan. Syirkah wujûh kedua ini hakikatnya termasuk dalamsyirkah ‘abdan
(An-Nabhani, 1990: 154).
Hukum kedua bentuk syirkah di
atas adalah boleh, karena bentuk pertama sebenarnyatermasuk syirkah mudhârabah,
sedangkan bentuk kedua termasuk syirkah ‘abdan.Syirkah mudhârabah dan syirkah
‘abdan sendiri telah jelas kebolehannya dalam syariatIslam (An-Nabhani, 1990:
154).
Namun demikian, An-Nabhani
mengingatkan bahwa ketokohan (wujûh) yang dimaksuddalam syirkah wujûh adalah
kepercayaan finansial (tsiqah mâliyah), bukan semata-semata ketokohan di
masyarakat. Maka dari itu, tidak sah syirkah yang dilakukan seorangtokoh
(katakanlah seorang menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur,
atausuka menyalahi janji dalam urusan keuangan. Sebaliknya, sah syirkah wujûh
yangdilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang dia
dianggap memilikikepercayaan finansial (tsiqah mâliyah) yang tinggi, misalnya
dikenal jujur dan tepat janjidalam urusan keuangan (An-Nabhani, 1990: 155-156).
g. Syirkah MufawadhahSyirkah
mufâwadhah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkansemua
jenis syirkah di atas (syirkah inân,‘abdan, mudhârabah, dan wujûh)
(An-Nabhani,1990: 156; Al-Khayyath, 1982: 25). Syirkah mufâwadhah dalam
pengertian ini, menurutAn-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah
yang sah ketika berdiri sendiri, maka sah pula ketika digabungkan
dengan jenis syirkah lainnya (An-Nabhani, 1990:156).Keuntungan yang diperoleh
dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugianditanggung sesuai dengan
jenis syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal (jika
berupa syirkah inân), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa
syirkahmudhârabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase
barangdagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh).
Contoh: A adalah pemodal,
berkonstribusi modal kepada B dan C, dua insinyur teknik sipil, yang sebelumnya
sepakat, bahwa masing-masing berkonstribusi kerja. Kemudian Bdan C juga sepakat
untuk berkonstribusi modal, untuk membeli barang secara kredit atasdasar
kepercayaan pedagang kepada B dan C.
Dalam hal ini, pada awalnya yang
ada adalah syirkah ‘abdan, yaitu ketika B dan Csepakat masing-masing
ber-syirkah dengan memberikan konstribusi kerja saja. Lalu,ketika A memberikan
modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga terwujudsyirkah mudhârabah.
Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola.Ketika B dan C
sepakat bahwa masing-masing memberikan konstribusi modal, disamping konstribusi
kerja, berarti terwujud syirkah inân di antara B dan C. Ketika B danC membeli
barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti
terwujud syirkah wujûh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah
sepertiini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang ada, yang disebut
syirkahmufawadhah.
D. Syarat dan Rukun Syirkah
Syarat – syarat yang berhubunagn
dengan Syirkah menurut Hanafiyah dibagi menjadi empat bagian sebagi berikut.
a. sesuatu yang bertalian dengan
semua bentuk syirkah, baik dengan harta maupundengan yang lain. Dalam hal ini,
terdapat dua syarat, yaitu :
1). yang berkenaan benda yang
diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwalian;
2. yang berkenaan dengan
keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dandapat diketahui dua
pihak, misalnya setengah dan sepertiga.
b. sesuatu yang bertalian dengan
syirkah mal (harta) terdapat duaperkarayang harusdipenuhi, yaitu :
1). modal yang dijadikan objek
akad syirkah adalah uang (alat pembayaran);
2). yang dijadikan modal (harta
pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan, baik
jumlahnya sama maupun berbeda
c. sesuatu yang bertalian dengan
syirkah mufawadah, disyaratkan :
1) modal (pokok harta) harus
sama;
2) bagi yang ber-syirkah ahli
untuk kafalah (jaminan)
3) bagi yang dijadikan objek akad
di syariatkan syirkah umum, yakni pada semuamacam jual beliatau perdagangan.
d. syarat yang bertalian dengan
syirkah ‘inan sama dengan syarat-syarat syirkah mufawadah.
Rukun syirkah menurut jumhur
ulama’yang pokok ada 3 (tiga) yaitu:
• Akad
(ijab-kabul), disebut juga shighat;
• Dua
pihak yang berakad (‘âqidâni), syaratnya harus memiliki kecakapan
(ahliyah)melakukan tasharruf (pengelolaan harta);
• Obyek
akad (mahal), disebut juga ma’qûd ‘alayhi, yang mencakup pekerjaan
(amal)dan/atau modal (mâl) (Al-Jaziri, 1996: 69; Al-Khayyath, 1982: 76; 1989:
13).Sedangkan menurut ulama’ Mazhab Hanafi rukun syirkah hanya ada dua, yaitu
ijabdan qabul. Sedangkan orang yang berakad dan objeknya bukan termasuk rukun
tapi syarat
E. Mengakhiri Syirkah
1. Salah satu pihak
membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lain.
2. Salah satu pihak kehilangan
kecakapan untuk mengolah harta.
3. Salah satu pihak meninggal
dunia.
4. Modal para anggota syirkah
lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah.
F. Hikmah Syirkah
Hikmah yang diperoleh dari
praktik syirkah adalah.
a. menggalang kerja sama untuk
saling menguntungkan antara pihak-pihak yang ber-syirkah;
b. membantu meluaskan ruang
rezeki karena tidak merugikan secara ekonomi.
G. praktik Syirkah
A datang ke B dan menyera kan
modal uang sebesar Rp.1000.000,00 untuk dijadikanmodal kerja kepada seseorang
(untuk berdagang). Seandainya pengelola uang tersebutmemperoleh keuntungan dari
usaha tadi maka keuntungan itu dibagi sesuai dengankesepakatan antara kedua
belah pihak, misalnya 40% keuntungan untuk pemodal dan60% untuk pengelola atau
dibagi secara sama, yang penting ada kesepakatan antarakedua belah pihak dengan
tidak saling merugikan, melainkan saling menguntungkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pengertian-pengertian diatas
dapat di tarik kesimpulan, bahwa syirkah adalah persekutuan dalam urusan harta
oleh dua orang atau lebih yang melakukan akad untuk urusan harta, yang modalnya
bisa dibagi dua atau berdasarkan keputusan bersama.Biasanya syirkah dilakukan
di perusahaan, yang mana dari mereka ada yang mempunyaisaham dan ada yang
menjalankan saham. Syirkah akan berlaku jika masing-masing pihak berakad untuk melakukan syikrah itu.
Syarat-syarat syirkah pun harus terpenuhi dengan jelas, agar syirkah tersebut
sah.
PendidikanAgama Islam Dan Budi Pekerti, Materi Tugas Sekolah Sekian postingan artikel kali ini Pendidikan Agama Islam Dan Budi Pekerti untuk memenuhi tugas sekalah semoga
berguna dan bermanfaat untuk kalian yang sedang membutuhkannya guna untuk
memenuhi tugas sekolah yang diberikan oleh guru kurang dan lebihnya kami mohon
maaf dan terimakasih sampai jumpa kembali.